Catatan Asep Haryono
Sejak resign (mengundurkan) diri dari pekerjaan tetap di salah satu perusahaan media terbesar di Kalimantan Barat pada bulan Maret 2016 yang lalu, tidak terasa mungkin hampir 2 tahun yang lalu. Dalam catatan saya sudah 2 (dua) kali saya mencoba pekerjaan baru yakni sebagai Marketing Executive sebuah perusahaan media grup Kompas, dan sebagai kontributor salah satu portal berita Online yang dikelola sebuah kampus di Pontianak. Dua duanya tumbang dalam waktu nyaris bersamaan : bertahan hanya 1 bulan saja.
Mengapa hanya bertahan 1 bulan saja? Tidak betahkah? Tidak sesuai passion? atau kerjanya nda enak? atau Gajinya kecil?. Dari semua pertanyaan ini memang menjadi bahan pertimbangan siapa pun yang ingin bekerja di perusahaan swasta. Idealisnya memang begitu. Dimana mana pun bekerja dengan orang lain tentulah banyak keterbatasan. Tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi, anak anak yang perlu biaya sekolah, serta banyak lagi lainnya membuat orang harus bisa produktif dan menghasilkan uang.
Belum lagi jika dirunut dari sisi aqidah, saya yang beragama ISLAM, tuntutan menghidupi keluarga adalah kewajiban laki laki. Sebagai kepala rumah tangga, kepala Keluarga harus bertanggung jawab untuk memberi nafkah bagi anak dan istrinya. Ketetapan ini sudah menjadi "Undang Undang" yang wajib dilaksanakan oleh para kepala keluarga. Saya memahami betul rambu rambu yang ini.
Saat bekerja sebagai tenaga Marketing di salah satu perusahaan media grup Kompas saya hanya bertahan 1 bulan saja karena bidang ini kurang begitu saya kuasai, dan lagi desakan dari keluarga yang lebih memfokuskan diri saya untuk terus fokus pada Usaha Bisnis Milagros saja yang sudah dijalani lebih kurang 2 tahun ini.
Kendala pasti ada karena network yang dibangun masih belum maksimal, begitu pula dengan saat masih di salah satu portal berita milik sebuah kampus yang ternyata tidak ada dana untuk transportasi nya.
Reportase ke sana kemari kan perlu bensin, dan pulsa. Akhirnya saya memutuskan untuk mundur teratur di dua pekerjaan itu. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi, dan dengan latar belakang pendidikan saya yang membuat diri saya terkotak pada keadaan sekarang. Tidak mudah untuk mencari pekerjaan yang layak (tentu penghasilan yang standar minimal standar UMK gitu). Betapa Susahnya Mencari Pekerjaan.
Mengapa hanya bertahan 1 bulan saja? Tidak betahkah? Tidak sesuai passion? atau kerjanya nda enak? atau Gajinya kecil?. Dari semua pertanyaan ini memang menjadi bahan pertimbangan siapa pun yang ingin bekerja di perusahaan swasta. Idealisnya memang begitu. Dimana mana pun bekerja dengan orang lain tentulah banyak keterbatasan. Tuntutan biaya hidup yang semakin tinggi, anak anak yang perlu biaya sekolah, serta banyak lagi lainnya membuat orang harus bisa produktif dan menghasilkan uang.
Belum lagi jika dirunut dari sisi aqidah, saya yang beragama ISLAM, tuntutan menghidupi keluarga adalah kewajiban laki laki. Sebagai kepala rumah tangga, kepala Keluarga harus bertanggung jawab untuk memberi nafkah bagi anak dan istrinya. Ketetapan ini sudah menjadi "Undang Undang" yang wajib dilaksanakan oleh para kepala keluarga. Saya memahami betul rambu rambu yang ini.
Saat bekerja sebagai tenaga Marketing di salah satu perusahaan media grup Kompas saya hanya bertahan 1 bulan saja karena bidang ini kurang begitu saya kuasai, dan lagi desakan dari keluarga yang lebih memfokuskan diri saya untuk terus fokus pada Usaha Bisnis Milagros saja yang sudah dijalani lebih kurang 2 tahun ini.
Kendala pasti ada karena network yang dibangun masih belum maksimal, begitu pula dengan saat masih di salah satu portal berita milik sebuah kampus yang ternyata tidak ada dana untuk transportasi nya.
Reportase ke sana kemari kan perlu bensin, dan pulsa. Akhirnya saya memutuskan untuk mundur teratur di dua pekerjaan itu. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi, dan dengan latar belakang pendidikan saya yang membuat diri saya terkotak pada keadaan sekarang. Tidak mudah untuk mencari pekerjaan yang layak (tentu penghasilan yang standar minimal standar UMK gitu). Betapa Susahnya Mencari Pekerjaan.
![]() |
MEJA KERJA : Ini salah satu dokumentasi kenangan saat bekerja di salah satu perusahaan media terbesar di Kalimantan Barat. 13 tahun lamanya saya di perusahaan ini. Foto Asep Haryono |
Masih Ada Harapan
Setiap orang memang memiliki banyak masalah dalam kehidupannya. Tuntuntan hidup yang semakin berat menerpa saya saat ini masih terus saya sikapi dengan positif dengan tetap menjaga komitmen untuk mengawasi pertumbuhan kedua anak saya.
Dahulu saat saya masih tercatat sebagai orang kantoran datang pagi pulang sore, nyaris tidak ada waktu untuk saya dekat dengan kedua anak anak saya. Kini sejak saya "menganggur" pasca mengundurkan diri dari Zona Aman sebagai staf redaksi di salah satu korang terbesar di Kalimantan Barat, saya banyak waktu untuk mengawasi pertumbuhan kedua anak anak saya. Walaupun secara materi, saya kini belum memiliki penghasilan yang tetap, dan masih berupaya keras untuk mendapatkan pekerjaan, saya senang karena dekat dengan anak anak saya. Bisa melihat pertumbuhan mereka dari waktu ke waktu.
Jika ditanya masih minat untuk Kuliah? Tentu. Insya Allah otak ini masih encer. Namun jika keputusan (kuliah) lagi saya tempuh bukankah itu akan memberatkan keuangan keluarga yang sekarang sedang tidak stabil? Dalam benak saya berpikir bukankah pada keadaan kekurangan seperti sekarang ini income di perbanyak lebih dahulu?
(Memutuskan) kuliah lagi tentu akan menyedot sumber dana, dan itu berarti pengeluaran lagi? Memang sih investasi di Pendidikan tidak akan rugi, namun kondisi sekarang sedang perlu banyak dana untuk keluarga, mengapa (harus) keluar dana lagi? Mungkin persoalannya akan berbeda jika earning (penghasilan) kita 10 juta sebulan, bisa lah mengerjakan ini itu. Bagaimana memecahkan masalah ini, dan bagaimana soiusinya?
Haruskah saya bekerja apa saja agar ada income bulanan? Ini sudah menjadi tekad saya sekarang ini. Kompromi mungkinakan ditempuh mengingat "tugas negara" saya selalu ada yakni mengawasi kedua anak saya di sekolah, dan memberi perhatian kepada mereka. Anak anak butuh kehadiran saya, bukan butuh saya ada di antara keseharian saya. Saya harus ada di saat mereka memerlukan.(Asep Haryono)